NejiTen Fanfiction: The Chaser – Chapter 20: Turtle [Last]

Chapter 20: Turtle

Naruto © Masashi Kishimoto

The Chaser © Fura-chan Sawayaka & her classmate (?)

Happy Reading !!

.

.

.

Dua bulan sudah berlalu sejak kesembuhan Tenten. Banyak hari libur yang dilalui gadis bercepol dua itu mengingat sekolahnya sedang fokus untuk kelulusan para murid kelas 3. Kini, pemilik manik hazel itu sedang duduk sendiri. Duduk di bangku taman sekolah menunggu Sakura yang memang sedang ditemaninya untuk melakukan verifikasi nilai. Para murid kelas 1 dan 2 akan mengambil rapot beberapa hari lagi. Tenten yang harusnya juga libur karena sekolah dipakai untuk pengumuman kelulusan, justru di sini sekedar menemani Sakura.

Tenten mengulas senyum. Matanya mendapati tidak sedikit murid yang lalu-lalang baik yang berjalan biasa maupun yang berlari-lari dengan seragam sekolah yang sudah dicoreti pylox maupun spidol. Maklum, merayakan kelulusan. Dan ya, 100% murid kelas 3 telah menerima kelulusannya. Namun, dia mulai heran mengingat tak ada senior-senior dekatnya berada di sini; Temari misalnya.

TES

Tenten mendongakkan kepala, menatap langit mendung yang rupanya mulai menurunkan hujan. Tenten segera berdiri dan berlari mencari tempat berteduh. Naas taman sekolah yang terletak jauh dari gedung membuatnya berlari melewati tengah lapangan untuk segera berteduh di gedung. Tenten berlari di antara beberapa murid kelas 3 yang sedang asyik memainkan pylox mereka, walau ada segelintir juga yang ikut berlari untuk berteduh.

“Hey!” Sebuah seruan terdengar oleh Tenten. Namun dia tak berpikir untuk menoleh di bawah hujan dan berpikir bahwa mungkin bukan dia yang dipanggil.

GREP

Tenten tersentak. Lengannya ditarik begitu saja dari belakang. Tenten berbalik dengan napas Tenten tercekat, matanya juga membulat sempurna melihat sosok yang berdiri masih menggenggam satu langannya. Di belakang sosok itu, Shikamaru, Sasuke, dan Juugo ikut menatapnya. Hyuuga Neji, sosok yang rupanya memanggilnya segera melepas genggamannya dan melepas blazernya. Di antara sekian banyak orang yang dilihat Tenten termasuk Fox4 dan Taka, hanya Neji yang seragamnya masih bersih dari coretan pylox kelulusan. Tenten sedikit menunduk malu begitu Neji menyampirkan blazernya di atas kepala Tenten.

“Ne-Neji-san, kau kehujanan,” gumam Tenten panik.

Pemilik manik lavender itu tak menggubris dan segera mengambil alih spidol hijau yang sebelumnya digenggam Sasuke. Dan dengan mengejutkan, Neji menyodorkan spidol itu pada Tenten.

“Apa kau mau menulis namamu di sini?”

Tenten tersentak. Neji ingin Tenten mencoret kemejanya dengan namanya. Tenten mengusap tengkuknya ragu. Sudah jelas yang Tenten lihat pakaian Neji masih bersih. Lain dengan Shikamaru, Juugo, dan Sasuke yang seragamnya sudah dicoreti tulisan dan gambar yang tidak jelas.

Uchiha Sasuke menyunggingkan seringaian tipis dan memandang Tenten sambil berkata, “Lakukan saja apa yang dia inginkan. Bukankah sebentar lagi kalian akan berpisah?”

Seketika Tenten tersentak. Mata coklat yang sebelumnya berbinar sumringah segera berubah sendu. Segera Tenten menundukkan kepalanya dalam-dalam.

FLASHBACK

“Terima kasih sudah memaafkan Taka.”

Tenten yang sebelumnya duduk santai dengan Hinata dan Sakura di salah satu bangku di kantin, praktis berdiri dan memandang Gaara heran.

“Gaara-san, memaafkan itu kan hal lumrah. Kenapa kau berterimakasih?” ujar Tenten santai. Merasa tak nyaman dengan suasana seserius ini.

Gaara tersenyum tipis. Bersyukur Tenten masih sesantai biasanya.

Ano, aku akan pindah sekolah.” Gaara kembali berucap.

“Eh? Kenapa?”

“Tak apa. Temari nee-san akan kuliah di universitas dekat tempat kerja tou-san, jadi aku ikut pindah saja,” jawab Gaara kalem.

Tenten ber-oh ria. Sudah enggan menghayati kecanggungan seperti yang pernah dialaminya.

“Neji-senpai, akan kuliah kedokteran, kau tahu?” Gaara kembali bercerita.

Praktis manik hazel di hadapannya membulat sempurna. Dia tak berpikir kalau Gaara datang juga untuk membicarakan Neji. Tenten meneguk ludah melihat Gaara menyunggingkan senyum lebar. Senyuman manis yang mungkin baru Tenten saja yang melihatnya.

“Ke-kenapa kau tersenyum?”

“Tak apa. Hanya senang saja. Soalnya sejak awal, senpaiku yang satu itu kan mau jadi dokter.” Tenten tertegun melihat ekspresi Gaara saat mengatakannya. Gaara tersenyum tulus. Dia tersenyum untuk Neji. “Hyuuga Neji itu orang yang berpikir kritis. Dia mau jadi dokter karena mau mengobati Nagato nii-san suatu saat nanti. Seingatku, itulah cita-citanya.”

Manik hazel yang membulat takjub itu kini dilapisi bendungan bening. Walau matanya menahan air mata, bibirnya tersenyum senang. Tenten paham arah pembicaraan ini. Tenten paham betapa senangnya Gaara karena Neji akan meraih cita-citanya yang mulia. Terlalu mulia karena cita-cita itu didasari kepedulian terhadap Nagato. Padahal jika dilihat lagi ke masa-masa di belakang, tidak sedikit orang yang meremehkan, membenci, dan merasa jengkel karena penyakit Nagato. Dan untuk pertama kalinya, Tenten mengerti. Akhirnya Tenten mengerti alasan hanya nama Neji yang bisa Nagato ingat. Setidaknya penderita alzheimer masih punya hati yang bisa melihat dan mengingat siapa saja orang yang benar-benar membuatnya merasa dihargai.

Tenten segera menggeleng dan mengusap air yang menumpuk di pelupuk matanya. Kemudian manik hazelnya diarahkan memandang Gaara. Kedua alis Gaara tertaut begitu melihat Tenten memandangnya seaneh itu.

“Gaara-san, lalu, apakah benar kau menyukaiku?”

JEGEEER

Setetes keringat tampak di pipi lelaki bermata panda itu. Wajah Gaara berubah pucat pasi bersamaan dengan Tenten yang terus menatapnya intens.

“Si-siapa yang bilang? Lagipula kalau iya, me-memang kenapa?”

SKAK MAT

Tenten mana tahu kalau Gaara akan membalas dengan pertanyaan itu? Dia segera membuang muka dan menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung mau merespon seperti apa.

“Tenten-san, kau jangan anggap serius hal itu. Setidaknya, kau harus tahu siapa yang pantas kau balas cintanya.”

Tenten menoleh segera. Kelopak matanya mengerjap bingung. Gaara menatapnya tanpa memudarkan senyum hangatnya. Tenten mengangkat sebelah alisnya curiga.

“Hey, bukankah kau cukup peka untuk tahu siapa yang benar-benar menyayangimu?”

BLUSH

Ucapan Gaara yang kali ini sukses membuat wajah Tenten merona seketika. Yang benar saja, pikiran gadis bercepol dua itu secara otomatis memunculkan wajah sebuah sosok.

FLASHBACK END

“HEY! SAMPAI KAPAN KAU MEMBUAT NEJI HUJAN-HUJANAN DENGANMU, TENTEN?!”

Suara teriakan yang terkesan sewot itu memecah lamunan Tenten. Nara Shikamaru, sosok yang berteriak tadi rupanya sudah berteduh di gedung sisi lapangan bersama Sasuke dan Juugo. Tenten dibuat tercengang dengan posisi Neji yang masih berhadapan dengannya. Tenten mana tahu kalau dia melamun sekian lamanya?

“Neji, kau basah kuy- Eh?!”

Hyuuga muda itu dengan cepat menarik tangan kanan Tenten dan melesat bersama ke tempat Shikamaru dan yang lainnya berteduh. Wajah gadis bercepol dua itu semakin merona akibat sikap acuh Neji. Tidak peduli kalau sejak tadi Tenten membuatnya sebasah ini selama hujan.

Begitu sampai, Neji melepas pegangannya pada tangan gadis bercepol dua itu dan menundukkan kepala memandang kemejanya dengan ekspresi kecewa.

“Tenten-san, sepertinya kau tak bisa menulis apa-apa di kemejaku. Kemejaku terlalu basah.”

GUBRAK

Geez, Tenten pikir Neji membuat ekspresi kecewa karena dia dibuat kedinginan oleh hujan atau semacamnya. Sampai hati Hyuuga muda itu acuh pada kesehatannya sendiri. Antara miris dan ingin terjungkal Tenten dibuatnya.

“Cih, kau ini. Sana ganti baju!” Sasuke menyodorkan baju yang beberapa menit lalu diambilnya dari ransel. Neji segera meraihnya namun seketika menutup telinganya begitu mendengar suara teriakan khas seorang gadis.

“Sasuke-kun!”

GREP

Gadis bersurai soft pink yang tak lain bernama Sakura memeluk lengan kiri Sasuke dari belakang. Tampaknya dia sedang mencari Tenten dan kebetulan ada di tempat yang sama dengan kekasihnya. Berjodoh mungkin.

Neji, Juugo, dan Shikamaru yang sempat dibuat kikuk dengan adegan dua sejoli itu kini membuang muka asal. Memastikan mata mereka tidak perih akibat adegan sepasang kekasih itu. Namun beberapa saat kemudian Neji melirik Tenten. Dia dibuat tertegun oleh pandangan Tenten yang tak lepas dari adegan Sakura dengan Sasuke yang sejak bertemu terus mengobrol melepas kangen dan bercanda berdua. Sepertinya Tenten terkesan. Gadis mana pun mustahil untuk menolak melakukan adegan serupa.

“Tenten-san,” panggil Neji yang sukses membuat Tenten memandangnya. “Aku akan ganti baju. Bisakah aku minta sesuatu?”

“Apa?” balas Tenten cepat. Neji menemukan nada antusias saat Tenten mengatakannya. Ya, Tenten rupanya tak pandai menyembunyikan rasa kangen ala-ala drama telenovela. Dia tetap apa adanya.

“Temui aku di cafe tempatmu dulu bekerja, kita akan bicara sore nanti.” Neji berucap sebelum mengusap pelan puncak kepala Tenten yang masih basah karena hujan.

Dan tak butuh waktu lama untuk membuat senyum sumringah disunggingkan pemilik manik hazel itu. Tenten segera mengangguk antusias. Dia senang karena Neji juga tersenyum hangat saat mengatakannya. Senyum yang selalu disukai gadis bercepol dua itu.

“Bukankah sebentar lagi kalian akan berpisah?”

Serasa ada kilat menyambar di dalam kepalanya, Tenten menggigit bibir bawahnya sejenak. Kata-kata Sasuke kembali menggerayangi pikirannya. Tapi haruskah Tenten berprasangka buruk?

Tidak. Sudah cukup Tenten menunduk dalam. Kini saatnya Tenten mendongak dan tersenyum. Akan berpisah atau tidak, Tenten hanya berharap agar apa yang dilakukannya bersama Hyuuga muda itu menjadi lebih berkesan.

.

.

.

Seorang maid bersurai cornflower blue berjalan mendekati salah satu meja cafe yang diduduki seorang lelaki bersurai cokelat panjang yang diikat longgar beberapa senti dari ujungnya. Hyuuga Neji, pelanggan itu sedang melirik arlojinya sebelum Konan menegurnya.

“Neji-san, tunggu siapa?”

Pertanyaan bernada ramah terdengar oleh pemilik manik lavender yang sempat dibuat kaget oleh kehadiran sang pemilik suara. Itu Konan, rekan Tenten di cafe sekaligus maid yang cukup akrab dengan Fox4 selama Fox4 berlangganan di cafe itu.

“Seseorang,” jawab Neji santai.

Konan hanya mengangguk paham. Sudah tak heran dengan ketertutupan Neji.

“Kau akan kuliah dimana?” tanya Konan lagi. Seolah sadar belum waktunya untuk menanyakan pesanan Neji mengingat Hyuuga muda itu masih menunggu seseorang.

“Yang dekat saja, di Konoha University mungkin.”

Sontak Konan tertawa, “Apakah ada yang harus kau jaga di sini hingga kau tak bisa kuliah jauh dari sini?”

KRING

Seseorang gadis bercepol dua dengan blus mocca yang diapisi cardigan coklat masuk dengan napas terengah-engah. Benar saja, Tenten lari dari halte bus karena sadar dia cukup terlambat. Konan ber-oh ria. Kini dia tau siapa yang Neji tunggu.

.

.

.

“Apa yang ingin kau tanyakan, Neji-san?” tanya Tenten usai menyeruput sedikit moccacinonya.

Neji yang sejak tadi mengaduk macchiatonya, kini mendongak memandang Tenten. Dua manik beda warna itu pun bertemu.

Memang sudah tiga puluh menit sejak Tenten tiba dan mereka sempat basa-basi sebentar seputar perasaan Tenten sejak damai dengan Taka, sampai perasaan Neji yang sebentar lagi akan meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun seolah Tenten tahu, Tenten bermaksud menanyakan maksud dari ajakan Neji yang memintanya ke sini. Pemilik manik hazel itu yakin tujuan Neji mengajaknya bukan sekedar untuk membicarakan hal yang sebelumnya jadi topik pembicaraan mereka.

Segera Neji mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Dan dia meletakkannya di atas meja, membiarkan benda itu menjadi perhatian Tenten kali ini.

“Sepasang gelang?” gumam Tenten tanpa melepas perhatiannya dari dua buah gelang yang diletakkan Neji di atas meja.

Neji mengangguk mengiyakan, “Pakailah satu. Anggap saja sebagai kenang-kenangan. Aku juga akan pakai yang satunya.”

Tenten terkikik geli, dia mengangkat sebelah alisnya tak percaya. Dan kembali memandang pemilik manik lavender yang duduk di hadapannya.

“Tapi, kenapa harus berbentuk penyu?” tanya Tenten lagi. Dia bertanya dengan kekehan kecil terselip di sana. Jujur saja, dia senang sekaligus ingin tertawa miris karena segera dihadapkan perpisahan. Terutama sejak Neji mengucapkan kata ‘kenang-kenangan’.

“Karena penyu tidak pernah lupa kemana dia harus pulang.”

Tenten berhenti terkikik. Kali ini ucapan lelaki beriris lavender itu membuatnya bergeming. Terutama manik lavender di hadapannya menyiratkan keseriusan. Tapi, apa maksudnya itu? Itu justru membuat gadis bercepol dua itu semakin bingung.

Tanpa diminta, Neji lanjut berucap.

“Tenten, suki da yo.”

THE END

.

.

.

OMAKE

Watashi mo.”

“Omong-omong, aku tak akan kuliah jauh-jauh. Kau jangan takut.”

“Si-Siapa yang takut?!”

“Hey, Sasori juga akan satu universitas denganku. Tenang saja. Jangan berpikir kita akan menjalani hubungan jarak jauh.”

“Hey, apa maksudmu? Hubungan apa yang kau maksud?”

“Bukankah kau juga menyukaiku? Kenapa bertanya lagi?”

“Err, etto.”

“Kau belajarlah dengan tekun. Usahakan kau akan kuliah di universitas yang sama denganku. Kita harus sukses sama-sama.”

“Haaah, kenapa bilang begitu? Aku kan masih menikmati hari libur.”

“Waktunya tidak akan terasa, Tenten. Kau akan merasakan tiba-tiba siap duduk di bangku kuliah.”

“Baiklah. Ayo kita berjuang sama-sama.”

“Tentu.”

Tinggalkan komentar